Tugas
Kesehatan Mental
Penyesuaian
Diri dan Pertumbuhan
Disusun
Oleh:
Agnes Monicasari (1D514044)
Agnes Monicasari (1D514044)
Annisa
Nabila D (11514382)
Cartika
Sari (12514287)
Dylan
Winalda (13514370)
Meka
Anisa P (16514561)
Priskila
Theodora (18514533)
Ribka
Yovitasyam (19514237)
Sahla
Amalia (19514933)
Teresa
Mariane S (1A514716)
Tri
Noviyanti (1A514839)
Kelas
: 2PA14
Fakultas
Psikologi
Universitas
Gunadarma
2016
I. PENYESUAIAN DIRI DAN PERTUMBUHAN:
A.
Penyesuaian Diri
Menurut Kartono, penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk
mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga permusuhan,
kemarahan, depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang tidak
sesuai dan kurang efisien bisa dikikis. Hariyadi, dkk (2003) menyatakan
penyesuaian diri adalah kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan
lingkungan atau dapat pula mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau
keinginan diri sendiri. Sedangkan menurut Ali dan Asrori juga menyatakan bahwa
penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup
respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat
berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi,
konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari
dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu
berada. Penyesuaian diri merupakan proses yang berlangsung sepanjang hayat.
Dengan demikian penyesuaian diri yang efektif dapat diukur dari seberapa baik
individu dalam menghadapi dan mengatasi kondisi yang senantiasa berubah.
Haber dan Runyon (1984), mengusulkan beberapa karakteristik
penyesuaian diri yang efektif:
1. Persepsi
yang tepat terhadap realita: mampu mengenali konsekuensi dari tindakan dan
mengarahkan perilaku yang sesuai, mampu menyusun dan memodifikasi tujuan yang
realistic dan berusahan untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Mampu menghadapi dan mengatasi
stress dan kecemasan.
3. Memiliki gambaran diri (self image)
yang positif: menyadari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, mengharagai
kekuatan yang dimiliki dan menerima kelemahan dengan cara yang positif.
4. Mampu mengekspresikan perasaan secara terkendali. Orang yang
sehat secara emosional mampu merasakan dan mengekspresikan nuansa emosi dan
perasaan sehingga memungkinkan untuk membangun dan memilihara hubungan
interpersonal yang penuh makna.
5. Memiliki hubungan interpersonal yang baik: mampu membina
keakraban dalam hubungan sosialnya, nyaman berinteraksi dengan lingkungan
menghargai dan dihargai orang lain.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi penyesuaian diri:
1. Frustasi atau tekanan perasaan
2. Konflik atau pertentangan batin
3. Kecemasan
Kesehatan mental seseorang sering kali dihubungkan dengan
kemampuan penyesuaian dirinya. Kehidupan yang tidak selamanya berjalan lancar
dan sesuai keinginan, serta hambatan dan pemenuhan-pemenuhan kebutuhan dan
pemuasan diri sehingga mengganggu kapasitas penyesuaian diri seseorang. Kondisi
demikian menimbulkan tekanan yang harus dihadapi individu yang bersangkutan.
Konflikdan frustrasi yang bersumber dari faktor internal dan eksternal menjadi
sumber stress (Coleman, 1950).
B.
Pertumbuhan Personal
Manusia merupakan makhluk individu. Manusia disebut
sebagai individu apabila tingkah lakunya spesifik atau menggambarkan dirinya
sendiri dan bukan bertingkah laku secara umum atau seperti orang lain. Jadi
individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang
khas dalam lingkup sosial tetapi mempunyai kekhasan tersendiri yang spesifik
terhadap dirinya didalam lingkup sosial tersebut. Kepribadian suatu individu
tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit
demi sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter
atau kepribadian. Dan hal tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan
banyak faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan
keluarga adalah faktor utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan
kepribadian. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling
dekat dan kita lebih sering bersama dengan keluarga. Setiap keluarga pasti
menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan
mempengaruhi dalam pertumbuhan personal individu. Bukan hanya dalam lingkup
keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat atau sosialpun terdapat norma-norma
yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
Setiap individu memiliki naluri yang secara tidak langsung
individu dapat memperhatikan hal-hal yang berada disekitarnya apakah hal
itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam
masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma
tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya
suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang tidak disiplin yang dalam
menerapkan aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam
kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang tidak disiplin, begitupun dalam
lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang
cuek maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang cuek.
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil
dari proses-proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara
normal yang sehat pada waktu yang normal. Proff Gessel mengatakan bahwa
pertumbuhan pribadi manusia berlangsung secara terus-menerus.
1. Proses Pertumbuhan Individu secara
fisik
Dari bayi hingga tua kita sebagai manusia normal mengalami
pertumbuhan secara terus menerus. Penyesuaian diri dengan lingkungan nya pun
terus berkembang.
2. Variasi dalam Pertumbuhan
Pertumbuhan yang di alami dan terjadi pada diri individu
bervariasi, pasti tidaklah sama antara individu yang satu dengan yang lain. Dan
tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena
terkadang ada rintangan-rintangan tertentu yang
menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu
mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya. Hal ini yang
menyebabkan mengapa adanya variasi dalam pertumbuhan. Variasi Pertumbuhan mencakup Kematangan emosional, kematangan
intelektual, kematangan sosial dan Tanggung jawab dalam hubungan intrapersonal.
3. Kondisi dan Tahapan Memulai
Pertumbuhan
Faktor lainnya yang memengaruhi
proses penyesuaian diri individu yaitu kondisi untuk tumbuh dimana dapat
dilihat dari jawaban atas pertanyaan
“dimana dan seperti apa kondisi individu untuk tumbuh?”
Lingkungan yang berbeda akan
menimbulkan kondisi individu untuk bertumbuh yang berbeda, sehingga menyebabkan
penyesuaian diri untuk kondisi lingkungan untuk tumbuh itu juga akan berbeda.
Misalkan lingkungan dengan kondisi yang serba berkecukupan, kasih sayang yang
diberikan orang tua berlimpah, pola asuh yang demokratis yang diterapkan oleh
orang tua juga akan menciptakan penyesuaian diri dengan kondisi bertumbuh yang
berbeda dengan kondisi lingkungan dimana kebutuhan ekonomi terkecukupi dengan
baik, tetapi kasih sayang yang diberikan dari orang tua ke individu tersebut
kurang serta adanya perasaan bahwa dia diabaikan oleh orang tua nya. Walaupun
dari tingkat yang sama dilihat dari ekonomi yang setingkat, akan tetapi banyak
faktor lain yang membuat penyesuaian diri pada individu menjadi lebih kompleks.
Apalagi jika dibandingkan dengan tingkat ekonomi yang jauh lebih rendah, maka
penyesuaian diri sesuai dengan kondisi lingkungan tumbuh yang lain pun akan
berbeda untuk mengatasi berbagai persoalan hidup yang pelik ini.
Ada beberapa kondisi yang memberi
pengaruh besar bagi pertumbuhan diri, yaitu:
perubahan fisik dan lingkungan, peristiwa hidup yang
signifikan, perubahan dalam diri individu, serta kehidupan pribadi.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan diri yaitu:
1. Faktor Biologis/genetis
Semua manusia normal dan sehat pasti memiliki anggota tubuh
yang baik seperti tangan, kaki, kepala, dan lain lain. Hal ini dapat
menjelaskan bahwa beberapa kesamaan dalam kepribadian dan perilaku. Namun ada
juga warisan biologis yang bersifat khusus yang dilihat dari masa konsepsi,
bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupannya, menentukan beberapa
karakteristik seperti jenis kelamin, ras, warna rambut, warna mata, pertumbuhan
fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan psikologis seperti tempramen, potensi
genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara
positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.
2. Faktor Geografis
Setiap lingkungan fisik yang baik akan membawa kebaikan pula
pada penghuninya. Sehingga menyebabkan hubungan antar individu bisa berjalan
dengan baik dan menimbulkan kepribadian setiap individu yang baik juga. Namun
jika lingkungan fisiknya kurang baik dan tidak adanya hubungan baik dengan
individu yang lain, maka akan tercipta suatu keadaan yang tidak baik pula.
3. Faktor Kebudayaan
Khusus perbedaan kebudayaan dapat mempengaruhi kepribadian
anggotanya. Namun, tidak berarti semua individu yang ada didalam masyarakat
yang memiliki kebudayaan yang sama juga memiliki kepribadian yang sama juga.
Dari semua faktor-faktor di atas pengaruh dari lingkungan
seperti keluarga, maupun
masyarakat akan memberikan dampak pertumbuhan bagi individu.
Seiring berjlanannya waktu maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.
Adapun aliran-aliran yang menjelaskan tentang pertumbuhan
personal antara lain :
1. Aliran Asosiasi
Perubahan terhadap seseorang secara
bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empire (kenyataan) luar, melalui
panca indera yang menimbulkan sensasiton (perasaan) maupun pengalaman mengenai
keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflektion.
2. Aliran Psikologi Gestalt
Pertumbuhan adalah proses perubahan
secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan,
baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.
3. Aliran Sosiologi
Pertumbuhan adalah proses
sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial maupun sosial
kemudian tahap demi tahap disosialisasikan. Pertumbuhan individu sangat penting
untuk dijaga dari sejak lahir agar bisa tumbuh menjadi individu yang baik dan
berguna untuk sesamanya.
4. Fenomenalogi Pertumbuhan
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan”
yang dipersepsi dan diinterpretasi
secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam
pengalaman setiap orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer,
1983). Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan – tulisan
Carl Rogers. Carl Roger
(1961) menyebutkan 3 aspek yang memfasilitasi pertumbuhan personal dalam suatu
hubungan :
a. Keikhlasan kemampuan untuk menyadari
perasaan sendiri, atau menyadari kenyataan.
b. Menghormati keterpisahan dari orang
lain tanpa kecuali, dan
c. Keinginan yang terus menerus untuk
memahami atau berempati terhadap orang lain.
Dalam
tulisan-tulisan carl roger terdapat fenomenologi :
1. “Tiap
individu ada dalam dunia pengalaman yang selalu berubah, dimana dia menjadi
pusatnya”
2. "Individu bereaksi terhadap
medan sebagaimana medan itu dialami dan diamatinya. Bagi individu dunia
pengamatan ini adalah kenyataan (realitas)“
3. “Individu bereaksi terhadap medan phonomenal sebagai
keseluruhan yang terorganisasi (organized whole)“
4. “Organisme mempunyai satu
kecenderungan dan dorongan dasar, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan, dan
mengembangkan diri.“
5. “Pada dasarnya tingkah laku itu adalah usaha individu yang
berarah tujuan (goal directed, doelgericht), yaitu untuk memuaskan kebutuhan
–kebutuhan sebagaiana dialaminya, dalam medan sebagaimana diamatainya.“
II. STRESS
A. Arti Penting Stress
Stress dalam arti
secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan
tegang. Dalam bahasa sehari – hari stres
di kenal sebagai stimulus atau respon yang menuntut individu untuk melakukan
penyesuaian. Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres adalah keadaan internal
yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan
dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi
kemampuan individu untuk mengatasinya. Stres juga adalah suatu keadaan tertekan, baik secara fisik
maupun psikologis ( Chapplin, 1999). Stres juga diterangkan sebagai suatu
istilah yang digunakan dalam ilmu perilaku dan ilmu alam untuk mengindikasikan
situasi atau kondisi fisik, biologis dan psikologis organisme yang memberikan
tekanan kepada organisme itu sehingga ia berada diatas ambang batas kekuatan
adaptifnya. (McGrath, dan Wedford dalam Arend dkk, 1997).
Menurut Hans Selye (1976) stress merupakan respon tubuh yang
bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stress apabila seseorang
mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat
mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak
mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stress.
Respons atau tindakan ini termasuk respons fisiologis dan psikologis.
Menurut
Lazarus & Folkman (1986) stres memiliki memiliki tiga bentuk yaitu:
1.
Stimulus, yaitu stres merupakan
kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres atau disebut juga dengan
stressor.
2.
Respon, yaitu stres yang merupakan
suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu
yang menimbulkan stres. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti:
jantung berdebar, gemetar, pusing, serta respon psikologis seperti: takut, cemas,
sulit berkonsentrasi, dan mudah tersinggung.
3.
Proses, yaitu stres digambarkan
sebagai suatu proses dimanaindividu secara aktif dapat mempengaruhi dampak
stres melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Stress juga dibutuhkan dalam kehidupan ini, jika seseorang
tidak pernah mengalami stress hidupnya akan hampa, tidak ada yang namanya
tantangan. Stress tidak berarti negatif (distress), strees pun ada yang
bersifat positif (uestress) untuk menyeimbangkan proses kehidupan kita.
Rice (2002) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian
atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson
(2000) mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan
membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi ini disebut
sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini sebagai
respon stres. Berdasarkan berbagai penjelasandiatas dapat disimpulkan bahwa
stres merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan
mekanisme yang kompleks dan menghasilkan respon yang saling terkait baik
fisiologis, psikologis, maupun perilaku pada individu yang mengalaminya, dimana
mekanisme tersebut bersifat individual yang sifatnya berbeda antara individu
yang satu dengan individu yang lain.
B.
Tipe-tipe Stress Psikologis
Menurut Maramis (1990) ada empat tipe stres psikologis,
yaitu :
- Frustasi Frustasi muncul karena adanya kegagalan saat ingin mencapai suatu hal / tujuan. Misalnya, seseorang mengalami kegagalan dalam ujian yang mengakibatkan orang tersebut mengalami penurunan IPK yang cukup drastis. Orang yang memiliki suatu tujuan mendapat beberapa rintangan atau hambatan yang tidak mampu ia lalui sehingga ia mengalami kegagalan atau frustasi. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) serta ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, krisis ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dll)
- Konflik Konflik ditimbulkan karena ketidakmampuan memilih dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Saat seseorang dihadapkan dalam situasi yang berat untuk dipilih, orang terebut akan mengalami konflik dalam dirinya. Bentuk konflik digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu : (1) Approach-approach conflict, (2) Approach-avoidant conflict, (3) Avoidant-avoidant conflict.
- Tekanan Tekanan timbul dari tuntutan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan tekanan dalam diri seseorang. Tekanan juga berasal dari luar diri individu, misalnya orang tua menuntut anaknya untuk masuk ke dalam jurusan yang tidak diminati oleh anaknya, anak yang menuntut orang tua untuk dibelikan semua kemauannya, dll.
- Kecemasan Kecemasan merupakan suatu kondisi saat individu merasakan kekhawatiran atau kegelisahan, ketegangan, dan rasa tidak nyaman yang tidak dapat dikendalikan mengenai kemungkinan akan terjadinya sesuatu yang buruk. Misalnya, seorang anak yang sering tidak dihargai oleh lingkungannya terhadap apapun yang dia lakukan. Anak tersebut akan merasakan kecemasan yang cukup tinggi jika ia melakukan sesuatu hal untuk mengaktualisasikan dirinya yang akan membuat lingkungan sosialnya menjadi lebih tidak hargai atau dibenci oleh lingkungannya. Padahal, belum tentu semua orang yang ada di sekitar lingkungan sosialnya bersikap demikian.
Maramis (1995) menyatakan
bahwa kecemasan adalah suatu ketegangan, rasa tidak aman, kekhawatiran, yang
timbul karena dirasakan akan mengalami kejadian yang tidak menyenangkan.
Lazarus (1991) menyatakan
bahwa kecemasan adalah reaksi individu terhadap hal yang akan dihadapi.
Kecemasan merupakan suatu perasaan yang menyakitkan, seperti kegelisahan,
kebingungan, dan sebagainya, yang berhubungan dengan aspek subyektif emosi.
Kecemasan merupakan gejala yang biasa pada saat ini, karena itu disepanjang
perjalanan hidup manusia, mulai lahir sampai menjelang kematian, rasa cemas
sering kali ada.
Saranson dan Spielberger (dalam
Darmawanti 1998) menyatakan bahwa kecemasan merupakan reaksi terhadap suatu
pengalaman yang bagi individu dirasakan sebagai ancaman. Rasa cemas adalah
perasaan tidak menentu, panik, takut, tanpa mengetahui apa yang ditakutkan dan
tidak dapat menghilangkan perasaan gelisah dan rasa cemas tersebut.
Tjakrawerdaya (1987) mengemukakan
bahwa kecemasan atau anxietas adalah efek atau perasaan yang tidak menyenangkan
berupa ketegangan, rasa tidak aman dan ketakutan yang timbul karena dirasakan
akan terjadi sesuatu yang mengecewakan tetapi sumbernya sebagian besar tidak
disadari oleh yang bersangkutan.
C.
Symptom-Reducing Responses Terhadap Stress
Kehidupan akan terus berjalan
seiring dengan brjalannya waktu. Individu yang mengalami stress tidak akan
terus menerus merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu setiap individu
memiliki mekanisme pertahanan diri masing-masing dengan keunikannya
masing-masing untuk mengurangi gejala-gejala stress yang ada.
Berikut mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) yang
biasa digunakan individu untuk dijadikan strategi saat menghadapi stress:
1. Indentifikasi
Adalah suatu cara yang digunakan individu untuk mengahadapi
orang lain dengan membuatnya menjadi kepribadiannya, ia ingin serupa dan
bersifat sama seperti orang lain tersebut. Misalnya seorang mahasiswa yang
menganggap dosen pembimbingnya memiliki kepribadian yang menyenangkan, cara
bicara yang ramah, dan sebagainya, maka mahasiswa tersebut akan meniru dan
berperilaku seperti dosennya.
2. Kompensasi
Seorang individu tidak memperoleh kepuasan dibidang
tertentu, tetapi mendapatkan kepuasaan dibidang lain. Misalnya Andi memiliki
nilai yang buruk dalam bidang Matematika, namun prestasi olahraga yang ia
miliki sangat memuaskan.
3. Overcompensation / Reaction
Formation
Perilaku seseorang yang gagal mencapai tujuan dan orang
tersebut tidak mengakui tujuan pertama tersebut dengan cara melupakan serta
melebih-lebihkan tujuan kedua yang biasanya berlawanan dengan tujuan pertama.
Misalnya seorang anak yang ditegur gurunya karena mengobrol saat upacara,
beraksi dengan menjadi sangat tertib saat melaksanakan upacara san menghiraukan
ajakan teman untuk mengobrol.
4. Sublimasi
Sublimasi adalah suatu mekanisme sejenis yang memegang
peranan positif dalam menyelesaikan suatu konflik dengan pengembangan kegiatan
yang konstruktif. Penggantian objek dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima
oleh masyarakat dan derajatnya lebih tinggi. Misalnya sifat agresifitas yang
disalurkan menjadi petinju atau tukang potong hewan.
5. Proyeksi
Proyeksi adalah mekanisme perilaku dengan menempatkan
sifat-sifat bain sendiri pada objek diluar diri atau melemparkan kekurangan
diri sendiri pada orang lain. Mutu Proyeksi lebih rendah daripada
rasionalisasi. Contohnya seorang anak tidak menyukai temannya, namu n ia
berkata temannya lah yang tidak menyukainya.
6. Introyeksi
Introyeksi adalah memasukan dalam diri pribadi dirinya
sifat-sifat pribadi orang lain. Misalnya seorang wanita mencintai seorang pria
lalu ia memasukkan pribadi pria tersebut ke dalam pribadinya.
7. Reaksi Konversi
Secara singkat mengalihkan koflik ke alat tubuh atau
mengembangkan gejala fisik. Misalnya belum belajar saat menjelang bel masuk
ujan, seorang anak wajahnya menjadi pucat berkeringat.
8. Represi
Represi adalah konflik pikiran, impuls-impuls yang tidak
dapat diterima dengan paksaan ditekan ke dalam alam tidak sadar dan dengan
sengaja melupakan. Misalnya seorang karyawan yang dengan sengaja melupakan
kejadian saat ia di marahi oleh bosnya tadi siang.
9. Supresi
Supresi yaitu menekan konflik impuls yang tidak dapat
diterima secara sadar. Individu tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang
menyenangkan dirinya. Misalnya dengan berkata "Sebaiknya kita tidak
membicarakan hal itu lagi."
10. Denial
Denial adalah mekanisme perilaku penolakan terhadap sesuatu
yang tidak menyenangkan. Misalnay seorang penderita diabetes memakan semua
makanan yang menjadi pantangannya.
11. Regresi
Regresi adalah mekanisme perilaku seorang yang apabila
menghadapi konflik frustasi, ia menarik diri dari pergaulan. Misalnya artis
yang sedang digosipkan selingkuh karena malu maka ia menarik diri dari
perkumpulannya.
12. Fantasi
Fantasi adalah apabila seseorang menghadapi
konflik-frustasi, ia menarik diri dengan berkhayal/berfantasi, misalnya dengan lamunan.
Contoh seorang pria yang tidak memilki keberanian untuk menyatakan rasa
cintanya melamunkan berbagai fantasi dirinya dengan orang yang ia cintai.
13. Negativisme
Adalah perilaku seseorang yang selalu bertentangan /
menentang otoritas orang lain dengan perilaku tidak terpuji. Misalkan seorang
anak yang menolak perintah gurunya dengan bolos sekolah.
14. Sikap
Mengritik Orang Lain
Bentuk pertahanan diri untuk menyerang orang lain dengan
kritikan-kritikan. perilaku ini termasuk perilaku agresif yang aktif. Misalkan
seorang karyawan yang berusaha menjatuhkan karyawan lain dengan adu argument
saat rapat berlangsung.
Selain mekanisme pertahanan diri
yang digunakan untuk mengatasi serta mengurangi stress yang timbul karena
adanya stressor, individu dapat juga menggunakan berbagai strategi coping yang
spontan untuk mengatasi stress “minor”.
Coping strategy merupakan koping yang
digunakan individu secara sadar dan terarah dalam mengatasi sakit atau stressor yang
dihadapinya. Metode koping bisa diperoleh dari proses belajar dan beberapa
relaksasi. Jika individu menggunakan strategi koping yang efektif dan cocok
dengan stressor yang dihadapinya, stressor tersebut
tidak akan menimbulka nsakit (disease), tetapi stressor tersebut
akan menjadi suatu stimulan yang memberikan wellness danprestasi.
Untuk mengatasi stres “minor”,
individu dapat melakukan berbagai macam koping spontan dan sederhana. Tidak
perlu memerlukan banyak biaya dan waktu yang dikorbankan. Stres “minor”
merupakan stres yang tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap individu yang
merasakannya. Misalnya seperti kecelakaan, mendapat nilai yang buruk di rapot,
telat dating ke kantor, dan lain sebagainya.
Biasanya jika tingkat stres yang
dirasakan individu cukup parah, peranan obat/medikasi sangat membantu. Namun
terlalu banyak mengkonsumsi obat-obatan di saat stress juga tidak baik
pengaruhnya bagi kesehatan fisik.
Ada beberapa teknik terapi yang
dicobakan untuk mengatasi stres. Biofeedback
adalah suatu teknik untuk mengetahui bagian tubuh mana yang terkena
stress dan kemudian belajar untuk menguasainya.Teknik ini menggunakan
serangkaian alat yang cukup rumit, gunanya sebagai feedback atau
umpan balik terhadap bagian tubuh tertentu. Biofeedback kurang
efektif untuk digunakan secara praktis.
Untuk mengatasi stres minor,
individu dapat mengatur istirahat yang cukup dan olah raga yang teratur. Karena
cara hidup yang teratur dapat membuat orang jarang mengalami stres.
Relaksasi dan meditasi juga salah
satu cara untuk mengurangi stres “minor”. Dengan merasa rileks, seseorang dapat
lebih tajam untuk mengetahui bagaian tubuh mana yang mengalami stress lalu
mengembalikan kondisi tubuh ke kondisi semula.Selain itu meditasi juga memiliki
keuntungan lain seperti konsentrasi menjadi lebih tajam dan pikiran menjadi lebih
tenang.
Namun dari semua strategi yang ada,
mengubah sikap hidup merupakan strategi yang paling ampuh untuk mengurangi
stres yang dirasakan. Dengan mengubah pikiran negative menjadi positif orang
bisa merasa lebih baik dalam menghadapi stressornya. Orang juga merasa ikhlas
dalam menjalani setiap masalah yang akan terus ada dalam hidupnya. Strategi
koping yang berhasil mengatasi stress harus memiliki empat komponen pokok:
- Peningkatan kesadaran terhadap masalah: mengetahui dan memahami masalah serta teori yang melatarbelakangi situasi yang tengah berlangsung.
- Pengolahan informasi: suatu pendekatan dengan cara mengalihkan persepsi sehingga ancaman yang ada akan diredam. Komponen ini meliputi pengumpulan informasi dan pengkajian sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah.
- Pengubahan perilaku: suatu tindakan yang dipilih secara sadar dan bersifat positif, yang dapat meringankan, meminimalkan, atau menghilangkan stressor.
- Resolusidamai: suatu perasaan bahwa situasi telah berhasil di atasi.
D.
Pendekatan “Problem Solving” Terhadap Stress
Dalam Siswanto dijelaskan dalam menangani stres yaitu
menggunakan metode Biofeedback, tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian
tubuh mana yang terkena stres kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini
menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai feedback. Tetapi jika
teman-teman tahu tentang hipno-self, teman-teman cukup menghipnotis diri
sendiri dan melakukan sugesti untuk diri sendiri, cara ini lebih efektif karena
kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Dan jika teman-teman ingin
melakukan hipno-self, utamanya adalah tempat harus nyama dan tenang, dan
teman-teman cukup membangkitkan apa yang menyebabkan teman-teman stres, cari
tahu gejalanya hingga akar dari masalah tersebut, kemudian berikan sugesti-sugesti
yang positif, cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara
spiritual (mengarah kepada Tuhan Semesta Alam).
a.
Pendekatan problem solving terhadap stress Strategi koping
yang spontan mengatasi stress
Proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan
memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil
kesimpulan yang cermat dan akurat . Misalnya , kita menghadapi masalah yang
membuat kita stres jalan satu-satunya ialah yakin kepada tuhan dan berdoalah
maka tuhan pun memberi jalan keluarnya kepada kita,Strategi coping yang spontan
mengatasi stres ada dua yaitu :
1. Strategi
Terfokus Masalah yang disebut juga Problem focus coping, yaitu upaya seseorang
untuk memfokuskan perhatian pada masalah atau situasi spesifik yang telah
terjadi, sambil mencoba menemukan cara untuk mengubahnya atau menghindarinya.
Strategi yang ditempuh untuk memecahkan masalah antara lain menentukan
masalahnya, mencari pemecahan alternative, menimbang-nimbang alternative
tersebut, dan memilih salah satunya dan mengimplementasikannya.
2. Strategi Terfokus Emosi yang disebut juga Emotion focus
coping, yaitu upaya untuk memecahkan emosi yang tidak dapat dikendalikan.
Terdapat banyak cara untuk mengatasi emosi negative.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1999. Manajemenstres. Jakarta: BukuKedokteran EGC
Azwar,Saifudin, PsikologiIntelegensi, Yogyakarta :
PustakaPelajar.
Basuki, Heru. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas
Gunadarma
Halgin, R.P., Whitbourne, S.K. 2010.Psikologi abnormal.
Jakarta: SalembaHumanika
Munandar, A.S. 2001.Psikologi industry danorganisasi.
Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)
Nursalam, Kurniawati, N.D.
2007.Asuhankeperawatanpadapasienterinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: SalembaMedika
Siswanto. 2007. Kesehatan mental; konsep, cakupan,
danperkembangannya. Yogyakarta: C.V Andi Offset
Sunaryo. 2002. Psikologiuntukkeperawatan. Jakarta:
BukuKedokteran EGC