Jumat, 17 Juni 2016

CINTA DAN PERKAWINAN



Disusun Oleh:
Agnes Monicasari       (1D514044)
Annisa Nabila D         (11514382)
Cartika Sari                 (12514287)
Dylan Winalda            (13514370)
Meka Anisa P              (16514561)
Priskila Theodora        (18514533)
Ribka Yovitasyam      (19514237)
Sahla Amalia               (19514933)
Teresa Mariane S         (1A514716)
Tri Noviyanti               (1A514839)
Kelas : 2PA14
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
2016



       I.            HUBUNGAN INTERPERSONAL

A.  Model- model Hubungan Interpersonal
a.    Model Pertukaran Sosial (Social Exchange Model)
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
b.    Model Peranan (Role Model)
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
c.    Model Permainan (Games People Play Model)
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
a.    Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
b.   Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional)
c.    Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
d.   Model Interaksional (Interacsional Model)
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.

B.   Memulai Hubungan
a.    Tahap memulai (initiating), merupakan usaha awal, komunikasi biasanya dilakukan dengan hati - hati agar terbentuk persepsi dan kesan pertama yang baik. Menurut William Brooks dan Philip Emert bahwa kesan pertama sangat menentukan, kerana itu hal - hal yang pertama kelihatan menjadi sangat penting. Penampilan fisik, apa   yang diucapkan pertama, apa yang dilakukan pertama menjadi penentu penting terhadap pembentukan citra pertama orang tersebut.” Contoh: “Hei, apa kabar?” “Baik, dan anda?”
b.    Penjajagan (experimenting), merupakan usaha mengenal diri orang lain. Tahap ini digunakan untuk mengetahui kemiripan dan perbedaan. Bila merasa ada kesamaan    maka dilakukan proses mengungkapkan diri, mengidentifikasi status social, misalnya sosial, ekonomi, pendidikan maupun agama, dan sebagainya. Disebut juga dengan pertukaran penjajakan afeksi, pada tahap ini ada kesediaan untuk antar individu membolehkan individu  lain mengetahui dan memahami satu sama lain. Contoh: “Oh, jadi anda senang main bulutangkis, saya juga” “Benarkah? Bagus. Dimana anda biasanya main bulutangkis?”
c.    Penggiatan (intensifying), menandai awal keintiman, berbagi informasi pribadi, status kenalan menjadi teman akrab sehingga banyak perubahan cara berkomunikasi. Derajat keterbukaan menjadi lebih besar. Contoh: “Aku kira, aku mencintaimu” “Aku cinta kamu juga”
d.   Pengintegrasian (integrating), terjadi bila dua orang mulai menganggap diri mereka sendiri sebagai pasangan. Dapat berupa pasangan, persahabatan, suatu kelompok, dan sebagainya. Contoh: “Aku merasa bagian dari dirimu” “Yah, kita seperti sudah bersatu”
e.    Pengikatan (bonding), tahap ini merupakan tahap puncak hubungan interpersonal. Hakikat  kebersamaan adalah bahwa mereka saling menerima seperangkat aturan yang mengatur hidup mereka bersama. Contoh: “Aku ingin selalu bersamamu” “Mari kita menikah saja”

C.   Hubungan Peran
Hubungan peran adalah pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang sesuai dengan status sosialnya. Antara peran dan status sudah tidak dapat dipisahkan lagi. Tidak ada peran tanpa status sosial atau sebaliknya. Peran sosial bersifat dinamis sedangkan status sosial bersifat statis. Dalam masyarakat, peran dianggap sangat penting karena peran mengatur perilaku seseorang berdasarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian pola peran sama dengan pola perilaku. Pola peran dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga macam, berikut ini :
a.    Peran Ideal, yaitu peran yang diharapkan masyarakat terhadap status-status tertentu. Misalnya peran ideal seorang siswa adalah rajin belajar, sopan-santun, dan pandai.
b.   Peran yang diinginkan yaitu peran yang dianggap oleh diri sendiri. Misalnya seorang ibu tidak ingin berperan sebagai kakak bagi anak perempuannya yang menginjak remaja.
c.    Peran yang dikerjakan yaitu peran yang dilakukan individu sesuai dengan kenyataannya. Misalnya seorang bapak berperan sebagai kepala keluarga.

D.  Intimasi dan Hubungan Pribadi.
Pendapat beberapa ahli mengenai intimasi, di antara lain yaitu :
a.       Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan kekeluargaan.
b.      Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.
c.       Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
d.      Levinger & Snoek (Brernstein dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
e.       Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
Kebutuhan untuk bersatu dengan orang lain merupakan pendorong yang sangat kuat bagi individu untuk membentuk suatu hubungan yang kuat, stabil, dekat dan terpelihara dengan baik (Papalia dkk, 2001). Kedekatan perasaan seperti ini dapat menimbulkan suatu hubungan yang erat dimana hubungan ini sebagai lambang dari empati (Parrot dan Parrot, 1999). Berdasarkan beberapa pengertian intimasi di atas, dapat disimpulkan bahwa intimasi adalah suatu hubungan interpersonal yang berkembang dari hubungan timbal balik antara dua individu, yang terwujud melalui saling berbagi berbagi perasaan dan pikiran yang terdalam, saling membuka diri, serta saling menerima dan menghormati satu sama lain.

E.   Intimasi dan pertumbuhan
Apapun alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
a.    kita tidak mengenal dan tidak menerima siapa diri kita secara utuh.
b.    kita tidak menyadari bahwa hubungan pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
c.    kita tidak percaya pasangan kita sebagai orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia.
d.   kita dibentuk menjadi orang yang berkepribadian tertutup.
e.    kita memulai pacaran bukan dengan cinta yang tulus .

  II.     CINTA DAN PERKAWINAN

A.  Memilih Pasangan
Pada dasarnya memilih pasangan hidup adalah berdasarkan tiga kriteria dasar, yaitu :
a.    Cocok dijadikan anak dari orang tua kita
Terkadang orang tua terkesan “cerewet” dalam menilai calon pasangan kita. Namun, jangan berburuk sangka dahulu. Berpikir secara positif bahwa itu adalah bentuk kekhawatiran orang tua kita terhadap kehidupan kita kelak. Mulailah pelajari apa aja keinginan orang tua sebenarnya dan komunikasi yang baik adalah caranya. Diskusikan sambil minum teh atau pada saat rileks, seperti saat menonton TV bersama. Saya rasa orang tua sendiri juga sudah bisa menyadari bahwa tidak semua kriteria yang ditetapkannya bisa kita penuhi. Jadi, Anda jangan langsung menjawab dengan nada protes jika ada kriteria dari orang tua yang tidak anda sukai.
Ibaratnya anda tidak akan bisa langsung menghentikan laju jalan orang yang berbadan jauh lebih tinggi dan besar dengan cara menghadangnya langsung tanpa melukai diri sendiri. Iringi dia jalan, ajak bicara dan rangkul dia sambil perlahan-lahan belokan atau hentikan jalannya.
b.    Cocok dijadikan ayah atau ibu dari anak-anak kita kelak
Ini adalah kriteria kedua yang saya tetapkan. Jangan sampai, anak-anak kita terlantar akibat suami atau istri yang tidak menaruh atau kurang perhatian terhadap anak-anak kita kelak. Orang tua harus memperhatikan anak-anaknya, entah masalah pendidikannya (baik pendidikan agama ataupun formal), kesehatannya, keperluannya, dll. Karena hal tersebut adalah salah satu cara membentuk kepribadian anak.
c.    Cocok dijadikan suami atau istri kita
Banyak wanita atau pria yang tampil dengan fisik yang menarik dan mempunyai berbagai kemampuan yang membuat kita terpikat. Namun, hal yang harus menjadi pertimbangan adalah orang tersebut harus benar-benar mencintai kita seutuhnya. Orang tersebut tidak menduakan hatinya untuk orang lain. Adanya cinta dalam suatu hubungan akan membuat hubungan tersebut bisa dijalani dengan penuh keyakinan serta kepastian.
Tetapi, dalam mencari pasangan yang tepat sebaiknya jangan terburu-buru. Kendalikan rasa cinta Anda terhadap calon pasangan Anda, jangan biarkan akal serta pikiran Anda dibutakan oleh cinta. Rasa cinta memang diciptakan oleh Tuhan, namun perasaan cinta di tempat dan dengan orang yang tidak tepat, justru dapat mencelakakan Anda sendiri.
Di awal-awal perkenalan Anda dengan seseorang, ketika Anda masih remaja, Anda pasti begitu yakin dan bersemangat bahwa dialah yang terbaik. Seiring bertambahnya usia, serta tingkat pengalaman dan pemahaman seseorang, caranya berpikir dalam menentukan calon pasangan hidup pasti berangsur-angsur berubah.
Seorang teman memberikan kata-kata hikmah berikut ini kepada saya, semoga berguna untuk Anda sekalian yang saat ini sedang mencari atau sedang menjalin hubungan dengan seseorang. Harapannya, bahwa setiap orang nantinya tidak akan menyesal dengan keputusannya, dapat memiliki kebahagiaan yang sejati, bersama dengan pasangannya masing-masing dalam sebuah ikatan pernikahan yang sakral:
“JANGAN TERBURU-BURU JATUH CINTA”
1.      Tidak perlu terburu-buru untuk jatuh cinta, jika pada kenyataannya kita masih terlalu awam untuk mengerti apa makna cinta yang sesungguhnya.
2.      Tidak perlu terburu-buru untuk jatuh cinta, jika dalam diri kita masih tersimpan hawa nafsu yang justru akan merusak kefitrahan cinta.
3.      Tidak perlu terburu-buru untuk jatuh cinta, jika pada akhirnya kita hanya terbelenggu akan buaian-buaian keindahan sesaat.
4.      Tidak perlu terburu-buru untuk jatuh cinta, jika di balik keindahan cinta justru akan membutakan mata hati kita.
5.      Tidak perlu terburu-buru untuk jatuh cinta, jika pada kenyataannya masih banyak kita lihat mereka dengan bangganya memamerkankan cinta belum halalnya.
6.      Dan tidak perlu terburu-buru untuk jatuh cinta, jika kita belum terlalu kuat iman untuk menjalaninya yang justru memudarkan cinta kita kepada-Nya.
7.      Bukan kita tak ingin untuk mendapatkannya, bukan kita tak suka untuk menjalaninya, bukan pula kita merasa sok suci akan diri kita.
8.      Kita hanya bermaksud ingin menjaga cinta dengan sebaik-baiknya, agar cinta kita tak tertambatkan dengan sia-sia sebelum waktunya.
9.      Lebih baik, kita bersabar dalam sebuah penantian. Ketika saatnya telah tiba nanti, ketika hati kita telah siap dan kuat menjalaninya.
10.  Kita hanya menunggu waktu yang tepat ketika memiliki cinta, serta mendapat orang yang tepat untuk kita miliki, dan juga beharap sebuah kehalalan saat menjalaninya.

B.       Hubungan dalam Perkawinan
Simak dulu pendapat Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage and relationship educator and coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam kehidupan perkawinan. Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang dalam tahapan yang bisa diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut memang tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan batas waktu yang pasti.  Bisa jadi antara pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain, memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui tahapannya. Namun anda dan pasangan dapat saling merasakannya.
Tahap pertama : Romantic Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.
Tahap kedua : Dissapointment or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya.  Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.
Tahap ketiga Knowledge and Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk  menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
Tahap keempat : Transformation. Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku  yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap kelima :  Real Love. “Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn.  Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
Lebih lanjut Dawn menyarankan pula, “Jangan hancurkan hubungan pernikahan Anda dan pasangan hanya karena merasa tak sesuai atau sulit memahami pasangan. Anda hanya perlu sabar menjalani dan mengulang tahap perkembangan dalam pernikahan ini. Jadikanlah kelanggengan pernikahan Anda berdua sebagai suatu hadiah berharga bagi diri sendiri, pasangan, dan juga anak.
Ketika pasangan (suami/istri) kedapatan beberapa kali bersikap kurang baik, anggap lah ini sebuah ladang amal sabar. Dan jangan sekali-kali berfikir bahwa hasil dari istikharah ternyata gagal ketika suatu hari merasa sedikit kesal mendapati kelakukan pasangan Anda sikapnya kurang baik, harusnya tetap lah berfikir bahwa dia memang pilihan terbaik yang Alloh pilihkan.
Ketika keadaannya seperti itu tadi, yang menjadi tantangan untuk Anda lakukan adalah menunjukan sikap yang lebih baik dari dia, agar Anda menjadi contoh kebaikan untuknya, karena tidak selesai hanya berharap saja dia harus lebih baik dari Anda, tetapi kita harus melakukan sesuatu untuk menjadi jalan perubahan untuknya. Karena bisa jadi begini, sekarang memang pasangan Anda belum baik, tapi yakin lah bahwa suatu saat dia akan lebih baik dari Anda, kontribusi motivasi dari Anda diperlukan juga untuknya.
Terjadinya sebuah Ikatan tali pernikahan, tidak berarti semuanya menjadi serba cocok, serba lancar dan jauh dari Masalah. Tidaklah begitu adanya, ada baiknya kita perlu berfikir begini: "dia bukan aku dan aku bukan dia, aku adalah aku begitu pun dia! tapi aku adalah bagian dari dia dan dia bagian dari aku. Karena aku Mencintainya, jadi aku harus bisa memakluminya dan berusaha untuk terus bersikap baik, lebih baik darinya hingga sikapku bisa menjadi contoh kebaikan untuknya."

C.       Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam Perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya hubungan antar keluarga kedua pihak.
Hubungan yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian. Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan yang terjadi justru akan menimbulkan perpecahan dan konflik yang semakin menjadi. Oleh sebab itu diperlukannya pengertian satu sama lain dan perubahan diri dari masing – masing pribadi untuk dapat tetap bertahan dan menjaga hubungan yang harmonis.
Penelitian psikologi positif tentang perkawinan yang berbahagia oleh Lauer dan Lauer tahun 1985 (dalam Baumgardner dan Clothers, 2010) terhadap pasangan yang telah menikah 15 tahun atau lebih menunjukan bahwa pertemanan (friendship) dan komitmen merupakan faktor utama terjadinya perkawinan yang bahagia.
Humor juga mampu mendetoksi atau menetralkan konflik antara suami dan istri dan sekaligus menyembuhkan stress akibat konflik dalam suatu hubungan perkawinan. Ternyata kesamaan juga berlaku terkait dengan humor yang ada di antara suami dan istri.
Berdasarkan banyak penelitian di dunia barat (Myers, 2002), terdapat beberapa faktor yang perlu di perhatikan agar cinta tetap ada dalam perkawinan dan perkawinan tetap lestari, yaitu:
a.    Orang menikah dalam usia yang matang untuk hidup dalam hubungan suami dan istri.
b.    Orang mengalami tumbuh kembang di bawah pengasuhan orang tua yang lengkap.
c.    Hubungan yang cukup lama sebelum perkawinan.
d.   Orang memiliki pendidikan yang baik.
e.    Orang memiliki penghasial yang cukup.
f.     Orang tinggal dalam kota kecil.
g.    Orang tidak hidup bersama atau hamil belum menikah.
h.    Orang memiliki komitmen religus diantara kedua belah pihak.

D.      Perceraian dan pernikahan kembali
Perceraian dalam tinjauan sosiologis adalah sebuah kajian yang membahas seluk beluk perceraian dari sudut pandang sosial kemasyarakatan (sosiologis). Secara sosiologis dalam teori pertukaran, perkawinan digambarkan sebagai pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan yang terjadi antara suami dan istri (Karim dalam Ihromi, 1999). Sebuah perkawinan membutuhkan kesepakatan-kesepakatan bersama dalam mendukung proses pertukaran tersebut. Jika terdapat suatu ketidakseimbangan dalam proses pertukaran yang berarti adanya salah satu pihak yang diuntungkan dan dirugikan, serta akhirnya tidak mempunyai kesepakatan yang memuaskan ke dua belah pihak.
Perceraian merupakan terputusnya hubungan antara suami istri, yang dalam hal ini adalah cerai hidup yang disebabkan oleh kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing. Dimana perceraian dipahami sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara suami istri yang selanjutnya hidup secara terpisah dan diakui secara sah berdasarkan hukum yang berlaku.
Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya.
Penelitian menunjukan bahwa penduduk lansia Amerika hampir akan berlipat ganda pada tahun 2050, menurut laporan Pew Research. Seperti baby boomer memasuki masa pensiun, perhatian ada siapa yang akan merawat mereka dengan bertambahnya usia mereka. Secara tradisional, anak-anak telah menerima tanggung jawab pengasuhan, tapi peran-peran pengasuhan menjadi kabur karena keluarga lebih banyak terpengaruh oleh perceraian dan pernikahan kembali dibandingkan dekade sebelumnya. Lawrence Ganong, seorang profesor dan co-kursi di Departemen MU Pembangunan Manusia dan Studi Keluarga di Fakultas Ilmu Lingkungan Manusia (HES), mempelajari bagaimana perceraian dan pernikahan kembali mempengaruhi keyakinan tentang siapa yang harus merawat kerabat penuaan. Dia menemukan bahwa kualitas hubungan, riwayat saling membantu, dan keputusan sumber daya mempengaruhi ketersediaan tentang siapa yang peduli untuk orang tua dan orang tua tiri.
Pernikahan bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah lagi jika dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor seperti faktor pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama. Jika ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati. Menikah kembali setelah perceraian bisa menjadi pengalaman menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan yang lebih baik

E.       Alternatif selain pernikahan
Nikah…Untuk satu kata ini, banyak pandangan sekaligus komentar yang berkaitan dengannya. Bahkan sehari-hari pun, sedikit atau banyak, tentu pembicaraan kita akan bersinggungan dengan hal yang satu ini. Paradigma terhadap lajang cenderung memojokkan. pertanyaannya kapan menikah?? Ganteng-ganteng kok ga menikah? Apakah Melajang Sebuah Pilihan??
Ada banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak perusahaan lebih memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi. Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Banyak yang mengatakan seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin mendapat pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada menikah akhirnya berakhir dengan perceraian.
Lajang pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara berwisata ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang biasanya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan teman-teman yang berusia sama dengannya, tetapi telah menikah.
Ketika diundang ke pernikahan kerabat, pelajang biasanya menghindarinya. Kalaupun datang, mereka berusaha untuk berkumpul dengan para sepupu yang masih melajang dan sesama pelajang. Hal ini untuk menghindari pertanyaan singkat dan sederhana dari kerabat yang seusia dengan orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul? Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk dijawab oleh pelajang.
Seringkali, pelajang juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila saudara sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar. Sementara orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak tidak berat jodoh.
Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang yang telah cocok di hati.
Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.


Sumber:
Wirawan, Sarlito S. 2002. Individu dan teori-teori psikologi social. Jakarta: Balai Pustaka
Semiun, Y., (2006). Kesehatan Mental jilid 1& 2. Kanisius : Yogyakarta.
Kartono, Kartini (2000). Hygiene Mental. Mandar Maju : Bandung