Disusun Oleh:
Agnes Monicasari (1D514044)
Annisa Nabila D (11514382)
Cartika Sari (12514287)
Dylan Winalda (13514370)
Meka Anisa P (16514561)
Ribka Yovitasyam (19514237)
Sahla Amalia (19514933)
Teresa Mariane S (1A514716)
Tri Noviyanti (1A514839)
Kelas : 2PA14
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
2016
I.
HUBUNGAN
INTERPERSONAL
A. Model-
model Hubungan Interpersonal
a. Model
Pertukaran Sosial (Social Exchange Model)
Hubungan
interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi
karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan
tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat
negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
b. Model
Peranan (Role Model)
Hubungan
interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang
memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan
dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role
expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role
skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada
kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan
peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu
ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
c. Model
Permainan (Games People Play Model)
Model
menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa
dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan.
Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
a. Kepribadian
orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima
dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
b. Kepribadian
orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional)
c. Kepribadian
anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang
mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
Pada interaksi individu menggunakan
salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan
salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit
dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri
menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
d. Model
Interaksional (Interacsional Model)
Model ini memandang hubungann
interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat struktural,
integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran,
peranan dan permainan.
B. Memulai
Hubungan
a. Tahap
memulai (initiating), merupakan usaha awal, komunikasi biasanya dilakukan
dengan hati - hati agar terbentuk persepsi dan kesan pertama yang baik. Menurut
William Brooks dan Philip Emert bahwa kesan pertama sangat menentukan, kerana
itu hal - hal yang pertama kelihatan menjadi sangat penting. Penampilan fisik,
apa yang diucapkan pertama, apa yang
dilakukan pertama menjadi penentu penting terhadap pembentukan citra pertama
orang tersebut.” Contoh: “Hei, apa kabar?” “Baik, dan anda?”
b. Penjajagan
(experimenting), merupakan usaha mengenal diri orang lain. Tahap ini digunakan
untuk mengetahui kemiripan dan perbedaan. Bila merasa ada kesamaan maka dilakukan proses mengungkapkan diri,
mengidentifikasi status social, misalnya sosial, ekonomi, pendidikan maupun
agama, dan sebagainya. Disebut juga dengan pertukaran penjajakan afeksi, pada
tahap ini ada kesediaan untuk antar individu membolehkan individu lain mengetahui dan memahami satu sama lain.
Contoh: “Oh, jadi anda senang main bulutangkis, saya juga” “Benarkah? Bagus.
Dimana anda biasanya main bulutangkis?”
c. Penggiatan
(intensifying), menandai awal keintiman, berbagi informasi pribadi, status
kenalan menjadi teman akrab sehingga banyak perubahan cara berkomunikasi.
Derajat keterbukaan menjadi lebih besar. Contoh: “Aku kira, aku mencintaimu”
“Aku cinta kamu juga”
d. Pengintegrasian
(integrating), terjadi bila dua orang mulai menganggap diri mereka sendiri
sebagai pasangan. Dapat berupa pasangan, persahabatan, suatu kelompok, dan
sebagainya. Contoh: “Aku merasa bagian dari dirimu” “Yah, kita seperti sudah
bersatu”
e. Pengikatan
(bonding), tahap ini merupakan tahap puncak hubungan interpersonal.
Hakikat kebersamaan adalah bahwa mereka saling
menerima seperangkat aturan yang mengatur hidup mereka bersama. Contoh: “Aku
ingin selalu bersamamu” “Mari kita menikah saja”
C.
Hubungan Peran
Hubungan peran adalah pelaksanaan hak dan kewajiban
seseorang sesuai dengan status sosialnya. Antara peran dan status sudah tidak
dapat dipisahkan lagi. Tidak ada peran tanpa status sosial atau sebaliknya.
Peran sosial bersifat dinamis sedangkan status sosial bersifat statis. Dalam
masyarakat, peran dianggap sangat penting karena peran mengatur perilaku seseorang
berdasarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian pola peran
sama dengan pola perilaku. Pola peran dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi
tiga macam, berikut ini :
a. Peran
Ideal, yaitu peran yang diharapkan masyarakat terhadap status-status tertentu.
Misalnya peran ideal seorang siswa adalah rajin belajar, sopan-santun, dan
pandai.
b. Peran
yang diinginkan yaitu peran yang dianggap oleh diri sendiri. Misalnya seorang
ibu tidak ingin berperan sebagai kakak bagi anak perempuannya yang menginjak
remaja.
c. Peran
yang dikerjakan yaitu peran yang dilakukan individu sesuai dengan kenyataannya.
Misalnya seorang bapak berperan sebagai kepala keluarga.
D. Intimasi dan
Hubungan Pribadi.
Pendapat beberapa ahli mengenai intimasi, di antara lain yaitu :
a.
Shadily dan Echols (1990) mengartikan intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh
saling percaya dan kekeluargaan.
b.
Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang
untuk mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.
c.
Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional
antara dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan
untuk memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat
sensitif serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
d.
Levinger & Snoek (Brernstein
dkk, 1988) merupakan suatu bentuk hubungan
yang berkembang dari suatu hubungan yang bersifat timbal balik antara dua
individu. Keduanya saling berbagi pengalaman dan informasi, bukan saja pada
hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum yang terjadi di sekeliling
mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti berbagi pengalaman hidup,
keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan filosofi dalam hidup. Pada
tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan untuk menyayangi,
memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal tertentu yang
terjadi pada orang yang dekat dengannya.
e.
Atwater (1983) mengemukakan bahwa intimasi mengarah pada suatu
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
hubungan yang bersifat informal, hubungan kehangatan antara dua orang yang
diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi mengarah pada keterbukaan
pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan perasaan mereka yang
terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang penuh makna
untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan memperkuat ikatan
yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui saling berbagi dan
membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta kemampuan untuk
merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia dkk, 2001).
Kebutuhan untuk bersatu dengan orang lain merupakan
pendorong yang sangat kuat bagi individu untuk membentuk suatu hubungan yang
kuat, stabil, dekat dan terpelihara dengan baik (Papalia dkk, 2001). Kedekatan
perasaan seperti ini dapat menimbulkan suatu hubungan yang erat dimana hubungan
ini sebagai lambang dari empati (Parrot dan Parrot, 1999). Berdasarkan beberapa
pengertian intimasi di atas, dapat disimpulkan bahwa intimasi adalah suatu
hubungan interpersonal yang berkembang dari hubungan timbal balik antara dua
individu, yang terwujud melalui saling berbagi berbagi perasaan dan pikiran
yang terdalam, saling membuka diri, serta saling menerima dan menghormati satu
sama lain.
E.
Intimasi dan pertumbuhan
Apapun
alasan untuk berpacaran, untuk bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah
cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti
proses menyatakan siapa kita sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah
kebebasan menjadi diri sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita
kepada pasangan kita. Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun
menunjukkan lapisan demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan
kita.
Keinginan
setiap pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati,
dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi
tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan
dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk
bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
a.
kita tidak mengenal dan tidak menerima
siapa diri kita secara utuh.
b.
kita tidak menyadari bahwa hubungan
pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
c.
kita tidak percaya pasangan kita sebagai
orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia.
d.
kita dibentuk menjadi orang yang
berkepribadian tertutup.
e.
kita memulai pacaran bukan dengan cinta
yang tulus .
II.
CINTA DAN PERKAWINAN
A. Memilih Pasangan
Pada
dasarnya memilih pasangan hidup adalah berdasarkan tiga kriteria dasar, yaitu :
a. Cocok dijadikan anak dari orang tua
kita
Terkadang orang tua terkesan
“cerewet” dalam menilai calon pasangan kita. Namun, jangan berburuk sangka
dahulu. Berpikir secara positif bahwa itu adalah bentuk kekhawatiran orang tua
kita terhadap kehidupan kita kelak. Mulailah pelajari apa aja keinginan orang
tua sebenarnya dan komunikasi yang baik adalah caranya. Diskusikan sambil minum
teh atau pada saat rileks, seperti saat menonton TV bersama. Saya rasa orang
tua sendiri juga sudah bisa menyadari bahwa tidak semua kriteria yang
ditetapkannya bisa kita penuhi. Jadi, Anda
jangan langsung menjawab dengan nada protes jika ada kriteria dari orang tua
yang tidak anda sukai.
Ibaratnya anda tidak akan bisa
langsung menghentikan laju jalan orang yang berbadan jauh lebih tinggi dan
besar dengan cara menghadangnya langsung tanpa melukai diri sendiri. Iringi dia
jalan, ajak bicara dan rangkul dia sambil perlahan-lahan belokan atau hentikan
jalannya.
b. Cocok dijadikan ayah atau ibu dari
anak-anak kita kelak
Ini adalah kriteria kedua yang saya
tetapkan. Jangan sampai, anak-anak kita terlantar akibat suami atau istri yang
tidak menaruh atau kurang perhatian terhadap anak-anak kita kelak. Orang tua
harus memperhatikan anak-anaknya, entah masalah pendidikannya (baik pendidikan
agama ataupun formal), kesehatannya, keperluannya, dll. Karena hal tersebut
adalah salah satu cara membentuk kepribadian anak.
c. Cocok dijadikan suami atau istri
kita
Banyak wanita atau pria yang tampil dengan fisik yang
menarik dan mempunyai berbagai kemampuan yang membuat kita terpikat. Namun, hal
yang harus menjadi pertimbangan adalah orang tersebut harus benar-benar
mencintai kita seutuhnya. Orang tersebut tidak menduakan hatinya untuk orang
lain. Adanya cinta dalam suatu hubungan akan membuat hubungan tersebut bisa
dijalani dengan penuh keyakinan serta kepastian.
Tetapi, dalam mencari pasangan yang tepat sebaiknya jangan
terburu-buru. Kendalikan rasa cinta Anda terhadap calon pasangan Anda, jangan
biarkan akal serta pikiran Anda dibutakan oleh cinta. Rasa
cinta memang diciptakan oleh Tuhan, namun perasaan cinta di tempat dan dengan
orang yang tidak tepat, justru dapat mencelakakan Anda sendiri.
Di awal-awal perkenalan Anda dengan
seseorang, ketika Anda masih remaja, Anda pasti begitu yakin dan bersemangat
bahwa dialah yang terbaik. Seiring bertambahnya usia, serta tingkat pengalaman
dan pemahaman seseorang, caranya berpikir dalam menentukan calon pasangan hidup
pasti berangsur-angsur berubah.
Seorang teman memberikan kata-kata
hikmah berikut ini kepada saya, semoga berguna untuk Anda sekalian yang saat
ini sedang mencari atau sedang menjalin hubungan dengan seseorang. Harapannya,
bahwa setiap orang nantinya tidak akan menyesal dengan keputusannya, dapat
memiliki kebahagiaan yang sejati, bersama dengan pasangannya masing-masing
dalam sebuah ikatan pernikahan yang sakral:
“JANGAN TERBURU-BURU JATUH CINTA”
1. Tidak perlu terburu-buru untuk jatuh
cinta, jika pada kenyataannya kita masih terlalu awam untuk mengerti apa makna
cinta yang sesungguhnya.
2. Tidak perlu terburu-buru untuk jatuh
cinta, jika dalam diri kita masih tersimpan hawa nafsu yang justru akan merusak
kefitrahan cinta.
3. Tidak perlu terburu-buru untuk jatuh
cinta, jika pada akhirnya kita hanya terbelenggu akan buaian-buaian keindahan
sesaat.
4. Tidak perlu terburu-buru untuk jatuh
cinta, jika di balik keindahan cinta justru akan membutakan mata hati kita.
5. Tidak perlu terburu-buru untuk jatuh
cinta, jika pada kenyataannya masih banyak kita lihat mereka dengan bangganya
memamerkankan cinta belum halalnya.
6. Dan tidak perlu terburu-buru untuk
jatuh cinta, jika kita belum terlalu kuat iman untuk menjalaninya yang justru
memudarkan cinta kita kepada-Nya.
7. Bukan kita tak ingin untuk
mendapatkannya, bukan kita tak suka untuk menjalaninya, bukan pula kita merasa
sok suci akan diri kita.
8. Kita hanya bermaksud ingin menjaga
cinta dengan sebaik-baiknya, agar cinta kita tak tertambatkan dengan sia-sia
sebelum waktunya.
9. Lebih baik, kita bersabar dalam
sebuah penantian. Ketika saatnya telah tiba nanti, ketika hati kita telah siap
dan kuat menjalaninya.
10. Kita hanya menunggu waktu yang tepat
ketika memiliki cinta, serta mendapat orang yang tepat untuk kita miliki, dan
juga beharap sebuah kehalalan saat menjalaninya.
B. Hubungan dalam Perkawinan
Simak
dulu pendapat Dawn J. Lipthrott,
LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage and relationship
educator and coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam
kehidupan perkawinan. Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang dalam tahapan
yang bisa diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut
memang tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan batas waktu yang
pasti. Bisa jadi antara pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain,
memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui tahapannya. Namun anda dan
pasangan dapat saling merasakannya.
Tahap pertama : Romantic
Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang
menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan
pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis
dan penuh cinta.
Tahap kedua : Dissapointment
or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap
saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha
menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan
yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak
dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan,
anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing.
Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak
tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di
tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.
Tahap ketiga : Knowledge
and Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang sampai
pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya.
Pasangan ini juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan
pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini
biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada
pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi
perkawinan.
Tahap
keempat : Transformation. Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah
laku yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk
menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah
berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam
mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling
menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan
perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap kelima : Real
Love. “Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan,
keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn.
Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami
istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami
dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang
menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua
memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan
sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
Lebih
lanjut Dawn menyarankan pula, “Jangan hancurkan hubungan pernikahan Anda dan
pasangan hanya karena merasa tak sesuai atau sulit memahami pasangan. Anda
hanya perlu sabar menjalani dan mengulang tahap perkembangan dalam pernikahan
ini. Jadikanlah kelanggengan pernikahan Anda berdua sebagai suatu hadiah
berharga bagi diri sendiri, pasangan, dan juga anak.
Ketika pasangan (suami/istri) kedapatan
beberapa kali bersikap kurang baik, anggap lah ini sebuah ladang amal sabar.
Dan jangan sekali-kali berfikir bahwa hasil dari istikharah ternyata gagal
ketika suatu hari merasa sedikit kesal mendapati kelakukan pasangan Anda
sikapnya kurang baik, harusnya tetap lah berfikir bahwa dia memang pilihan
terbaik yang Alloh pilihkan.
Ketika keadaannya seperti itu tadi, yang
menjadi tantangan untuk Anda lakukan adalah menunjukan sikap yang lebih baik
dari dia, agar Anda menjadi contoh kebaikan untuknya, karena tidak selesai
hanya berharap saja dia harus lebih baik dari Anda, tetapi kita harus melakukan
sesuatu untuk menjadi jalan perubahan untuknya. Karena bisa jadi begini,
sekarang memang pasangan Anda belum baik, tapi yakin lah bahwa suatu saat dia
akan lebih baik dari Anda, kontribusi motivasi dari Anda diperlukan juga untuknya.
Terjadinya sebuah Ikatan tali
pernikahan, tidak berarti semuanya menjadi serba cocok, serba lancar dan jauh
dari Masalah. Tidaklah begitu adanya, ada baiknya kita perlu berfikir
begini: "dia bukan aku dan aku bukan dia, aku adalah aku begitu
pun dia! tapi aku adalah bagian dari dia dan dia bagian dari aku. Karena aku
Mencintainya, jadi aku harus bisa memakluminya dan berusaha untuk terus
bersikap baik, lebih baik darinya hingga sikapku bisa menjadi contoh kebaikan
untuknya."
C. Penyesuaian
dan Pertumbuhan dalam Perkawinan
Perkawinan
tidak berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat
mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak
diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan
dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi
dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam
perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan
serta terbentuknya hubungan antar keluarga kedua pihak.
Hubungan
yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat.
Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu
ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti
ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada
dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup
perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak
pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian. Banyak
yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa
menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik
sehingga kemarahan yang terjadi justru akan menimbulkan perpecahan dan konflik
yang semakin menjadi. Oleh sebab itu diperlukannya pengertian satu sama lain dan
perubahan diri dari masing – masing pribadi untuk dapat tetap bertahan dan
menjaga hubungan yang harmonis.
Penelitian
psikologi positif tentang perkawinan yang berbahagia oleh Lauer dan Lauer tahun
1985 (dalam Baumgardner dan Clothers, 2010) terhadap pasangan yang telah
menikah 15 tahun atau lebih menunjukan bahwa pertemanan (friendship) dan
komitmen merupakan faktor utama terjadinya perkawinan yang bahagia.
Humor
juga mampu mendetoksi atau menetralkan konflik antara suami dan istri dan
sekaligus menyembuhkan stress akibat konflik dalam suatu hubungan
perkawinan. Ternyata kesamaan juga berlaku terkait dengan humor yang ada
di antara suami dan istri.
Berdasarkan
banyak penelitian di dunia barat (Myers, 2002), terdapat beberapa faktor yang
perlu di perhatikan agar cinta tetap ada dalam perkawinan dan perkawinan tetap
lestari, yaitu:
a. Orang
menikah dalam usia yang matang untuk hidup dalam hubungan suami dan istri.
b. Orang
mengalami tumbuh kembang di bawah pengasuhan orang tua yang lengkap.
c. Hubungan
yang cukup lama sebelum perkawinan.
d. Orang
memiliki pendidikan yang baik.
e. Orang
memiliki penghasial yang cukup.
f. Orang
tinggal dalam kota kecil.
g. Orang
tidak hidup bersama atau hamil belum menikah.
h. Orang
memiliki komitmen religus diantara kedua belah pihak.
D. Perceraian dan pernikahan kembali
Perceraian dalam tinjauan sosiologis
adalah sebuah kajian yang membahas seluk beluk perceraian dari sudut pandang
sosial kemasyarakatan (sosiologis). Secara sosiologis dalam teori pertukaran,
perkawinan digambarkan sebagai pertukaran antara hak dan kewajiban serta
penghargaan dan kehilangan yang terjadi antara suami dan istri (Karim dalam
Ihromi, 1999). Sebuah perkawinan membutuhkan kesepakatan-kesepakatan bersama
dalam mendukung proses pertukaran tersebut. Jika terdapat suatu ketidakseimbangan
dalam proses pertukaran yang berarti adanya salah satu pihak yang diuntungkan
dan dirugikan, serta akhirnya tidak mempunyai kesepakatan yang memuaskan ke dua
belah pihak.
Perceraian merupakan terputusnya hubungan
antara suami istri, yang dalam hal ini adalah cerai hidup yang disebabkan oleh
kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran masing-masing.
Dimana perceraian dipahami sebagai akhir dari ketidakstabilan perkawinan antara
suami istri yang selanjutnya hidup secara terpisah dan diakui secara sah
berdasarkan hukum yang berlaku.
Menikah Kembali setelah perceraian mungkin
menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba
untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan
mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka
biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang
berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu
untuk mengambil keputusan.Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik
atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal
yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan
daya tariknya.
Penelitian menunjukan bahwa penduduk
lansia Amerika hampir akan berlipat ganda pada tahun 2050, menurut laporan Pew
Research. Seperti baby boomer memasuki masa pensiun, perhatian ada siapa yang
akan merawat mereka dengan bertambahnya usia mereka. Secara tradisional,
anak-anak telah menerima tanggung jawab pengasuhan, tapi peran-peran pengasuhan
menjadi kabur karena keluarga lebih banyak terpengaruh oleh perceraian dan
pernikahan kembali dibandingkan dekade sebelumnya. Lawrence Ganong, seorang
profesor dan co-kursi di Departemen MU Pembangunan Manusia dan Studi Keluarga
di Fakultas Ilmu Lingkungan Manusia (HES), mempelajari bagaimana perceraian dan
pernikahan kembali mempengaruhi keyakinan tentang siapa yang harus merawat
kerabat penuaan. Dia menemukan bahwa kualitas hubungan, riwayat saling membantu,
dan keputusan sumber daya mempengaruhi ketersediaan tentang siapa yang peduli
untuk orang tua dan orang tua tiri.
Pernikahan bukanlah akhir kisah indah bak
dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak menemui
masalah. Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang
membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua
kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin
mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya
dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama
menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan mempengaruhi peluang untuk
menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda pun
bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah lagi jika dia memiliki beberapa
anak. Ada banyak faktor seperti faktor pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai manusia, kita memang mempunyai
daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi,
semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan
kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi
pasangan karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan,
semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia.
Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau
sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal
yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan
dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam
kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama. Jika ingin sukses dalam
pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan
kegagalan masa lalu mengecilkan hati. Menikah kembali setelah perceraian bisa
menjadi pengalaman menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan
yang lebih baik
E. Alternatif selain pernikahan
Nikah…Untuk
satu kata ini, banyak pandangan sekaligus komentar yang berkaitan dengannya.
Bahkan sehari-hari pun, sedikit atau banyak, tentu pembicaraan kita akan
bersinggungan dengan hal yang satu ini. Paradigma terhadap lajang cenderung
memojokkan. pertanyaannya kapan menikah?? Ganteng-ganteng kok ga menikah?
Apakah Melajang Sebuah Pilihan??
Ada
banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup,
kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang
cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan
lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia
untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan
meniti karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk
menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah
pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap
hidup melajang.
Persepsi
masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman,
juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang,
mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria
maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup
menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan
yang paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin
kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati
kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi,
tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan.
Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak
perusahaan lebih memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi
posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi
terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak
pria menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih
mendapat prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi
dan fokus pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah
diperoleh. Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke
luar kota dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah
menikah.
Kemapanan
dan kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa
kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi.
Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup
mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang
dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Banyak
yang mengatakan seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin
mendapat pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan
adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita
dengan seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada
menikah akhirnya berakhir dengan perceraian.
Lajang
pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan
dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas
untuk melakukan acara berwisata ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang.
Pelajang
biasanya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan
teman-teman yang berusia sama dengannya, tetapi telah menikah.
Ketika
diundang ke pernikahan kerabat, pelajang biasanya menghindarinya. Kalaupun
datang, mereka berusaha untuk berkumpul dengan para sepupu yang masih melajang
dan sesama pelajang. Hal ini untuk menghindari pertanyaan singkat dan sederhana
dari kerabat yang seusia dengan orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul?
Sudah ada calon? Pertanyaan tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk
dijawab oleh pelajang.
Seringkali,
pelajang juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila
saudara sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar.
Sementara orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak
tidak berat jodoh.
Tidak
dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah,
memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang
seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa
jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah
alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang
adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati
hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah
menemukan seorang yang telah cocok di hati.
Kehidupan
melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah
pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu
jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan waktu
bersama di hari tua.
Arus
modernisasi dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi
yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang
mempunyai penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan
melajang, terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup
sendiri.
Sumber:
Wirawan,
Sarlito S. 2002. Individu dan teori-teori psikologi social. Jakarta: Balai
Pustaka
Semiun,
Y., (2006). Kesehatan Mental jilid 1&
2. Kanisius : Yogyakarta.
Kartono,
Kartini (2000). Hygiene Mental.
Mandar Maju : Bandung
http://21juli1991.blogspot.co.id/2013/05/cinta-dan-perkawinan.html https://keluarga.com/1073/pernikahan/jangan-terburu-buru-memilih-pasangan-hidup